Tuesday, April 2, 2013

Mekanisme Pertahanan Diri 5


Oleh : Hamim T. Majdi
(bagian kelima)

RASIONALISASI USAHA MENGHIBUR DIRI

Seperti halnya  represi dan sublimasi, rasionalisasi sebagai salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri yang digagas oleh Sigmund Freud mempunyai banyak sisi positif yang bisa diperoleh. Salah satu sisi positifnya adalah mampu membuat suasana menjadi netral dan dalam  keadaan apapun mampu menghadapi dan menjalaninya, walaupun Freud sendiri mengatakan bahwa rasionalisasi adalah upaya menipu diri.

Pengertian umum
Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat tiga makna rasionalisasi yaitu ; pertama, diantaranya adalah proses, cara, perbuatan menjadikan bersifat rasional; proses, cara, perbuatan merasionalkan (sesuatu yang mungkin semula tidak rasional). Kedua,  proses, cara, perbuatan yang rasional (menurut rasio) atau menjadikan nisbahnya patut (baik). Ketiga, yang mengarah kepada bidang ekonomi yaitu  perbaikan dalam perusahaan dengan menghemat tenaga kerja dan biaya serta mempertinggi produksi; perbaikan nisbah antara berbagai komponen dalam perusahaan sehingga perusahaan menjadi lebih baik.

Sedangkan dalam Kamus Lengkap Psikologi yang ditulis  J.P Chaplin. Rasionalisasi kata aslinya adalah rasionalitas dan rasionality,  yaitu keadaan atau kualitas kelayakan, atau hal yang masuk akal. Dalam psikologi rasionalisasi mempunyai dua pengertian :
  1.  Proses menjelaskan atau menafsirkan alasan-alasan bagi satu gejala.
  2. Proses pembenaran kelakuan sendiri, dengan menyajikan alasan yang masuk akal atau yang bisa diterima secara sosial untuk menggantikan alasan yang sesungguhnya.
Wikipedia Ensiklopedi bebas menyebutkan dalam psikologi dan logika, rasionalisasi (atau alasan pembuatan) adalah mekanisme pertahanan yang dianggap sebagai perilaku yang kontroversial atau perasaan yang dijelaskan secara rasional atau logis untuk menghindari penjelasan yang benar atau kejadian yang sesungguhnya.

Rasionalisasi dan Penipuan Diri
Sigmund Freud sebagaimana yang ditulis E. Koswara dalam bukunya yang berjudul “Teori-Teori Kepribadian”  memberikan istilah rasionalisasi menunjuk kepada upaya individu menyelewengkan atau memutar balikkan kenyataan, dalam hal ini kenyataan yang mengancam diri, melalui dalih atau alasan tertentu yang seakan-akan masuk akal, sehingga kenyataan tersebut tidak lagi mengancam dirinya. Menurut Mudji Sutrisno SJ, Rasionalisasi adalah usaha membenar-benarkan pendapat, argumen, atau posisi diri dengan cara memberi dasar-dasar rasional dan masuk akal, namun sebenarnya palsu atau pembenaran-pembenaran logis untuk memenangkan kepentingannya sendiri.

Lebih lanjut Mudji Sutrisno SJ menyebut bahwa rasionalisasi ini bersaudara dengan penggunaan akal budi sebagai “alat” (instrumen) untuk membenarkan rasional logis,tetapi untuk benarnya sendiri agar tercapai “udang di balik batu” alias maksud tersembunyi yang mau menyingkirkan lawan atau menangguk keuntungannya sendiri dengan licik lihai seolah logis masuk akal, namun “busuk”bagi lawan kepentingan. Kartini Kartono menyatakan, jika seseorang mengalami frustasi dan kegagalan, biasanya ia selalu mencari kesalahan dan sebab musababnya pada orang lan ; atau mencarinya pada keadaan di luar dirinya. Dia menganggap dirinya paling benar, dan orang lain atau kondisi dan situasi luar yang menjadi biang keladi dari kegagalannya. Dia tidak mau mengakui kesalahan dan kekurangan diri sendiri. Ia selalu berusaha membelai-belai harga dirinya. Semua pujian dari luar dan pembenaran diharapkan mampu memuaskan perasaan sendiri, dan bisa membelai-belai harga dirinya.

Oleh karena itu Rasionalisasi oleh Kartini Kartono dikatagorikan sebagai bentuk pertahanan atau pelarian diri dari frustasi yang negatif, sebagaimana ia mendefinisikan Rasionalisasi ialah cara menolong diri sendiri secara tidak wajar, atau teknik pembenaran diri dengan membuat sesuatu yang tidak rasional serta tidak menyenangkan menjadi hal yang “rasional” dan “menyenangkan-memuaskan” bagi diri sendiri. Jadi pada prinsipnya rasionalisasi sebagai salah satu bentuk pertahanan diri dengan cara menipu diri sendiri dalam menghadapi kenyataan yang ada dengan mempermainkan kata-kata atau menafsiri keadaan yang bisa menguntungkan dirinya, dan seakan-akan tidak mempedulikan kenyataan yang sesungguhnya terutama kegagalan-kegagalan yang sedang dialami. Rasionalisasi hanya menyiapkan alasan-alasan yang bisa terima oleh akal, bisa diterima oleh pikiran orang lain meskipun jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Sehingga akal ini dipaksa untuk menerima alasan yang mengakibatkan kegagalan atau hal-hal yang bisa membuat frustasi dan kecemasan

Beberapa contoh rasionalisasi
            Ada baiknya penulis tampilkan beberapa contoh bentuk pertahanan diri berupa rasionalisasi, di antaranya :
            Di bidang penididikan dapat dicontohkan, seseorang yang gagal melaksanakan tugasnya akan berkata “tugas itu terlalu berat bagi pribadi saya yang masih amat muda ini”. Atau dalih “tugas semacam itu bagi saya tidak ada harganya, dan tidak masuk dalam bidang perhatian saya. Dus, saya tidak ambil peduli, apakah tugas itu gagal atau berhasil”. Berikut adalah contoh berkaitan dengan asmara atau percintaan contoh, yaitu seorang pemuda berniat mendekati seorang gadis cantik yang menarik hatinya. Tetapi karena takut cintanya ditolak, maka  si pemuda kemudian mengurungkan niatnya. Dan ketika ditanya oleh temannya kenapa tidak jadi mendekati si gadis, si pemuda memberikan alasan bahwa gadis tersebut sesungguhnya tidak menarik.
 
Contoh di bidang pekerjaan, bila seseorang tidak mendapatkan posisi atau jabatan yang diinginkannya dalam suatu pekerjaan, mereka memikirkan atau mencari alasan-alasan yang rasional mengapa mereka tidak mendapatkan posisi atau jabatan tersebut, dan kadang-kadang mereka berusaha membujuk dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa sebenarnya dia tidak menghendaki posisi tersebut. Kebanyakan pelaku penipuan keuangan melalui komputer mempunyai alasan atau rasionalisasi yang membuat mereka merasa perilaku yang ilegal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Umumnya mereka beralasan  hanya meminjam aset yang dicuri,  tidak melukai seseorang, hanya sistem komputer, dan tidak pernah seorangpun yang akan mengetahui.

Dampak Rasionalisasi
            Namanya saja akal-akalan atau ngakali, maka hakekatnya hanyalah usaha untuk memutar balikkan fakta yang sebenarnya atas penyebab sesuatu yang tidak diingini (kegagalan) atau prilaku yang tidak diterima oleh masyarakat pada umumnya. Rasionalisasi selalu menghadirkan kebohongan-kebohongan, hidupnya memakai topeng dan bersandar pada alasan-alasan yang dibuatnya seakan-akan benar dan menjadi fakta aktual. Rasionalisasi bisa dipahami (diperbolehkan) bila itu dilakukan untuk menghibur diri sendiri atas kegagalan yang dialami, sebab setiap orang butuh ketenangan pikiran dan ketenteraman hati ketika menghadapi rasa frustasi atau kecemasan dari kegagalan yang diraihnya. Rasionalisasi bisa menghindarkan diri dari “sudah jatuh tertimpa tangga”, sudah gagal masih memperolok diri, mencaci dan menghina diri yang bisa berakibat frustasi semakin berkepanjangan.

            Rasionalisasi yang tidak diperbolehkan di antaranya sebagai upaya-upaya licik yang telah disiapkan sebelum melakukan usaha apapun,  diri lebih disibukkan mencari alasan-alasan yang bisa diterima akal bila nanti hasilnya tidak sesuai yang diharapkan, lebih parah lagi bila upaya rasionalisasi ini sampai menjebak diri sehingga tidak melakukan apapun, kecuali hanya memutar-mutar otak mencari alasan bahwa apa yang semestinya dilakukan dianggap tidak perlu untuk dilakukan, wal hasil ya akhirnya tergolong dalam kelompok “tong kosong nyaring bunyinya” atau masuk dalam pasukan Nato “No Action Talk Only”

            Dalam sebuah organisasi bila banyak dihuni oleh tipe rasionalisasi, maka organisasi tersebut penuh dengan bualan-bualan, riuh renyah tanpa aktivitas yang bermakna, musyawarah yang diselenggarakan seperti debat kusir, program kerja menjadi tema yang menarik untuk dibahas sebagai upaya mencari alasan yang tepat mengapa dan kapan program bisa dilaksanakan, karena sibuk menyiapkan alasan hingga akhirnya rencana kerja tidak terlaksana. Kelompok  rasionalisasi tergabung dalam pasukan “pengelak tugas”, dengan seribu alasan menunjuk orang lain untuk melaksanakan sebuah tugas

Tugas Pendidikan
            Salah satu tugas pendidikan adalah mengasah kecerdasan logika dan menumbuhkan semangat rasionalisme, agar para peserta didik bisa memahami gejala alam atau fenomena kehidupan beserta sebab akibatnya.  Logika yang dikembangkan dalam dunia pendidikan cenderung bersifat formal berbentuk deduksi dan induksi, mengambil kesimpulan secara umum yang bisa dibenarkan oleh akal pikiran yang belum tentu mengandung kebenaran universal. Untuk melengkapi kecerdasan logika, maka dunia pendidikan (tenaga pendidik)  perlu memberikan keseimbangan kecerdasan lainnya : di antaranya berupa kecerdasan emosional, sehingga dalam menghadapi setiap masalah  peserta didik bisa tenang dan bisa berpikir jernih. Kecerdasan spiritual juga dibutuhkan agar peserta didik dalam menggunakan rasionya tidak semata-mata untuk meraih kebenaran dan keuntungan diri sendiri, namun ada aspek spiritual bahwa setiap apa yang dilakukan oleh ummat manusia diketahui oleh Tuhan, dan Tuhan akan memberikan balasan yang setara.

            Orang yang cerdas secara akal, bila tidak dibarengi atau diimbangi dengan kecerdasan lainnya akan cenderung menggunakan kecerdasannya untuk “mengakali orang lain”.  Karena  tujuan pendidikan adalah memberikan pengetahuan atas ketidak tahuannya, maka orang yang berngetahuan wajib hukumnya memberi tahu kepada orang yang tidak tahu, bukan malah membodohi dengan dalil-dalil yang rasional dalam rangka mencari keuntungan diri sendiri. Untuk menyeimbangkan kecerdasan, perlulah menghidupkan terus kurikulum yang terintegrasi, yaitu  pembelajaran salah satu tema  dibahas oleh beberapa mata pelajaran secara bersamaan. Kurikulum terintegrasi  membuat siswa belajar sesuai dengan gambaran yang sesungguhnya, kurikulum terintegrasi mengajarkan keterkaitan akan segala sesuatu sehingga terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Kurikulum terintegrasi  memberikan peluang kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari berbagai sumber infomasi berbeda mengenai suatu tema, serta dapat memecahkan masalah ditinjau dari berbagai aspek. Selain itu dengan kurikulum terintegrasi, proses belajar menjadi relevan dan kontekstual membuat siswa dapat berpartisipasi aktif sehingga seluruh dimensi manusia terlibat aktif (fisik, sosial, emosi dan akademik).

            Dalam kontek rasionalisasi sebagai salah satu bentuk pertahanan diri, dengan penggunaan kurikulum yang terintegrasi, rasionalisasi akan bermanfaat untuk menjelaskan fakta yang sesungguhnya, merinci sebab-akibat atas sebuah peristiwa secara sistematik dengan menghadirkan dalil-dalil yang dibutuhkan dan relevan dengan konteks yang sedang terjadi, sehingga bisa menerima dalam semua keadaan dalam kesadaran, bukan dalam paksaan. Penyemangat rasionalisasi akan membantu mencari cara menggapai sebuah cita-cita, memecahkan hambatan dan menghadirkan peluang, serta terus meneguhkan usaha sampai keberhasilan diraih, dan bila usaha keras dengan berbagai cara yang baik telah dilakukan, namun belum juga membuahkan hasil, maka rasionalisasi berfungsi untuk merenungi, mengapa semua itu terjadi dan kapan kesedihan disudahi. Kemudian menghadirkan jawaban apa yang mesti dilakukan bila esok ingin berhasil, kapan dimulai, apa saja yang perlu disiapkan dan berjuta alasan lain yang membangun optimisme dan menjalani kehidupan dengan penuh gairah

Hamim T.  Majdi
Magister Psikologi Pendidikan
Direktur LPDK Argopani Cendekia Lumajang



0 komentar:

Post a Comment