Monday, April 1, 2013

Mekanisme Pertahanan Diri 2


Oleh : Hamim T. Majdi
(bagian kedua)

SUBLIMASI : MENUJU MANUSIA SEJATI 

Beberapa Pengertian

Ada tiga definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terkait dengan kata sublimasi. Pertama definisi umum,  yaitu perubahan ke arah satu tingkat lebih tinggi. Kedua definisi menurut Psikologi, yaitu usaha pengalihan hasrat yang bersifat primitif ke tingkah laku yang dapat diterima oleh norma masyarakat. Ketiga definisi menurut  kimia, yaitu perubahan langsung bentuk padat suatu zat menjadi uap tanpa melalui bentuk cair. Sigmund Freud mendefiniskan sublimasi adalah pertahanan diri yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima dan bahkan dihargai oleh masyarakat.


Dalam kamus psikologi,  J.P Chaplin mengurai sublimasi adalah sebarang pengarahan dari impuls-impuls sosial yang tidak dapat diterima ke arah penyaluran yang lebih bisa diterima.Kartini Kartono memberikan pengertian sublimasi lebih luas sebagaimana dalam bukunya Hyhiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam, sublimasi adalah usaha untuk mensubstitusikan atau mengganti kecenderungan-kecenderungan yang egoistis, nafsu-nafsu seks yang animalistis, dorongan-dorongan biologis yang primitif dan aspirasi-aspirasi sosial yang tidak sehat, menjadi tingkah laku yang lebih tinggi atau luhur, yang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat luas. Sebagaimana arti sublim itu sendiri yaitu yang utama atau yang maha tinggi, maka dapatlah diambil keseimpulan bahwa sublimasi dalam konteks pertahanan diri bisa diartikan  sebagai upaya untuk menekan dorongan atau kemauan yang bila diturutkan atau dipenuhi akan berakibat mendapat hukuman sosial, karenanya dorongan tersebut dialihkan kepada kegiatan-kegiatan yang lebih bermakna dan mendapat penghargaan sosial atau diterima masyarakat

Dorongan yang ditekan
            Istilah sublimasi muncul dari gagasan Freud sebagai salah satu bentuk pertahanan diri, karenanya ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud oleh Freud tentang dorongan-dorongan yang perlu ditekan sehingga menjadi energi positif yang menggerakkan seseorang berperilaku lebih bermakna dan berkarya. Sebagai  tokoh teori kepribadian psikoanalisis, Freud membagi jiwa terdiri dari 3 sistem yaitu: Id, ego dan super ego. Id terletak dalam ketidaksadaran. Id merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitif, yaitu dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan berupa dorongan untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (life instinct) berupa seksual atau biasa dikenal dengan istilah libido. Dan dorongan untuk mati (death instinct), yaitu dorongan yang menyebabkan orang ingin menyerang orang lain, berkelahi atau berperang atau marah yang disebut dengan istilah agresi. Prinsip yang dianut oleh Id adalah prinsip kesenangan (pleasure principle) yang bertujuan untuk memuaskan semua dorongan primitifnya.

 Selanjutnya Freud berpandangan bahwa pada setiap orang terdapat seksualitas kanak-kanak (infantile sexuality) yaitu dorongan seksual yang sudah ada mulai bayi. Dorongan ini berkembang terus menjadi dorongan seksual hingga dewasa, melalui beberapa tahap perkembangan, yaitu: pertama tahap "oral"  yaitu daerah mulut, karenanya ketika bayi disusui atau disuapi selain menghilangkan rasa lapar, sang bayi juga mendapat kepuasan seksual di daerah mulutnya. Kedua tahap  "anal",   yaitu daerah anus, ketika seseorang mengeluarkan faeces (buang air besar), di samping mendapat kenikmatan karena berkurangnya beban yang ada di dalam perut, saat itu juga merasakan kenikmatan seksual di daerah anusnya.  Ketiga  adalah tahap "falis", yaitu daerah alat kelamin, melampiaskan kenikmatan seksualnya dengan bermait-main anggota badan termasuk alat kelaminnya

Seiring dengan tumbuh kembang manusia, maka tahapan seksual mengikuti usia manusia, fase oral berhenti dengan berakhirnya masa menyusui dan menyuapi. Sedangkan fase anal berakhir ketika anak-anak dipandang mampu mengatur ritme buang air besar pada waktu tertentu dan di tempat buang air (WC). Sedangkan fase falis berakhir ketika anak-anak sudah mulai hidup mandiri dengan lingkungan sosialnya. Freud berpendapat bahwa setiap mengakhiri fase seksual pada umumnya seseorang mengalami frustasi, hal tersebut dapat dibuktikan, ketika anak-anak disapih,  dihentikan masa penyusuan timbul gejolak, tumbuh rasa kecewa dan melakukan pemberontakan, karenanya orang tua harus cerdas melakukan penyapihan sehingga sang anak bisa menerima dengan penuh kelapangan. 

Begitu  sulitnya mengatur anak-anak untuk menahan buang air besar  dan melarang anak-anak tidak buang air besar di tempat umum. Anak-anak juga berontak ketika tidak lagi diperbolehkan memainkan angota badannya termasuk alat kelaminnya, anak-anak berhenti sejenak ketika ketahuan orang tuanya, dan anak-anak cenderung mengulanginya ketika dalam kesendirian. Dorongan seksual yang ditekan akan memunculkan kecemasan bisa melahirkan sikap agresif, ingin berkelai bahkan ingin membunuh. Dorongan  seksual yang berupa rasa cinta yang ditekan dan cinta yang tak sampai bisa mengakibatkan kelumpuhan

Kewajiban Orang Tua
               
         Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan menjadi pondasi pendidikan selanjutnya, sebagai gurunya adalah orang  tua. Oleh karenanya karakter orang tua mempunyai peran penting  bagi tumbuh kembangnya anak utamanya masalah seksual. Pada fase oral peran pendidik mutlak dibebankan kepada ibu, karena hanya ibu yang bisa menyusui. Masa menyusui yang sempurna adalah dua tahun sebagaimana yang tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 233, dan boleh menyapihnya (memberhentikan menyusui kurang dari dua tahun), banyak yang berpendapat bahwa fungsi menyusui bagi bayi di samping sebagai makanan yang paling sempurna dan membentuk kekebalan tubuh serta menjadikan anak cerdas, menyusui juga memberi dampak psikologis bagi anak, anak-anak mendapatkan rasa aman dan nyaman ketika menyusu.

            Begitu juga dengan pelatihan pengaturan waktu dan tempat buang air bagi anak. Kebiasaan orang tua akan menjadi warisan bagi karakter anak-anak, orang tua yang suka buang air di sembarang tempat akan ditiru oleh anaknya. Pelatihan ini penting agar anak tidak begitu saja buang air di sembarang tempat dan dengan ritme yang teratur. Peringatan Freud bahwa setiap pengakhiran masa tumbuh kembang seksual anak-anak mengalami frustasi perlu menjadi perhatian bagi para orang tua. Bila orang tua tidak menyadari pentingnya menyusui secara sempurna selama dua tahun dan mengajari anak buang air di tempatnya serta membiarkan anak-anak memainkan anggota badan terutama alat kelaminnya, maka akan melahirkan generasi-genarasi yang mewariskan kecemasan dan agresif, mudah menyerah, selalu kalut dengan keadaan dan sembrono yang semau gue tidak mengikuti norma agama serta norma masyarakat    

Tugas Pendidikan
            Pandangan filosofis tentang hakekat manusia yaitu “manusia adalah hewan yang berpikir”, artinya bahwa pada prinsipnya naluri manusia yang paling rendah seperti halnya yang disampaikan Freud  menyerupai sifat-sifat binatang yaitu ; buas, liar dan tidak berperadaban. Binatang senantiasa mempertahankan kehidupannya dengan memenuhi isi perut dan pelampiasan seksualnya. Binatang selalu menyingkirkan bahkan memusnahkan siapa saja yang menghalanginya. Karena manusia itu hewan yang punya pikiran, maka tugas sekolah adalah mengalihkan hasrat kebinatangannya menjadi energi postif dan mengasah pikirannya untuk menuntun kebaikan hidup sehingga  memperoleh kebahagiaan hidup.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK) walaupun belum menjadi bagian pendidikan formal, namun perannya  sangat penting bagi pembentukan dasar-dasar pertahanan diri, mengingat saat anak-anak memasuki PAUD dan TK merupakan periode emas (golden age), masa dimana anak belajar mengenal sesuatu, mengenal lingkungannya, mengenal arti bersosial, mengenal keluarga dan mengenal dirinya berbanding dengan harapan beserta cita-citanya. Berkaitan dengan sublimasi sebagai pertahan diri, maka tugas guru  PAUD dan TK adalah melakukan pendampingan kepada siswanya, sehingga anak-anak yang sedang belajar lepas dari dekapan orang tuanya bisa menjadi pribadi yang mandiri dan bisa beradaptasi dengan lingkungan baru baik di sekolah maupun di lingkungannya.

Seiring dengan globalisasi dan kecanggihan teknologi informasi berpengaruh pada percepatan kematangan pemahaman dan perilaku seks bagi anak-anak, sehingga anak-anak SD di kelas akhir libidonya sudah mulai muncul, begitu juga anak-anak SMP terlebih anak-anak SMA. Karenanya para pendidik perlu memahami perilaku siswanya yang mengarah kepada seksualitas diantaranya; perilaku sosial (pergaulan antar jenis kelamin), kata-kata yang digunakan (kata-kata porno yang mengarah pada seksualitas) dan cara perpakainnya (mengundang ketertarikan laman jenisnya). Bila tanda-tanda di atas sudah didapati, maka para guru perlu segera mengambil langkah kongrit untuk mengarahkan perilaku siswanya ke arah yang positif dan mengurangi masa senggangnya, sebab masa senggang inilah yang banyak mengarahkan anak-anak untuk melamun, mengayal hal-hal yang berbau seks. Hanyalan  yang kuat dan matang akan membentuk perilaku.

Kegiatan ekstra kurikuler sangat membantu siswa untuk mengurangi masa senggangnya, begitu juga tugas belajar tambahan di rumah akan memacu siswa untuk belajar dan menambah pengetahuannya. Dengan berkurangnya masa sengang dan kesibukannya untuk belajar akan mengarahkan pola pikir dan perilaku anak kepada hal-hal yang positif, dan pada akhirnya energi libidonya disublimasikan menjadi semangat untuk maju, berkarya dan berkreasi.  Bebeberapa contok kecemasan yang diakibatkan energi seksual disublimasikan menjadi energi positif adalah orang yang hasrat seksualnya sangat kuat kemudian disublimasikan dengan kegiatan-kegiatan yang memeras tenaga seperti olah raga sehingga mereka menjadi super star di bidangnya. Para tukang jagal juga diindikasikan memiliki dorongan agresi yang kuat namun disalurkan secara tepat.Menurut kenyakinan Freud bahwa para ilmuwan, musikus, guru, paramedis serta tokoh terkenal sebagian besar merupakan sublimasi dari dorongan seksual. Mereka mempunyai energi seksual yang tinggi, dorongan seksualnya dialihkan dengan perilaku yang penuh perhatian, bersimpati dan berempati seperti guru kepada siswa, paramedis kepada pasiennya. Maka sungguh mulia bagi orang-orang yang mampu menyublimasikan energi libidonya menjadi energi positif, dan merekalah manusia-manusia sejati (bersambung)

                  
Hamim T.  Majdi
Magister Psikologi Pendidikan
Direktur LPDK Argopani Cendekia Lumajang


0 komentar:

Post a Comment